A.
Konsep Dasar Assesmen bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
1.
Pengertian Assesmen Anak berkebutuhan
Khusus
Assesmen berasal dari bahasa inggris to assess (kk: menaksir), Assesment (kb. Taksiran).
Istilah menaksir mengandung makna deskriptif atau menggambarkan sesuatu,
sehingga sifat atau cara kerja assesment sangat komprehensif, artinya utuh dan
menyeluruh.
Banyak para ahli pendidikan yang
mengemukakan tentang definisi assesmen diantaranya:
Wallace
& Loglin (1979) mengemukakan bahwa assesmen merupakan suatu proses
sistematis dengan menggunakan instrumen yang sesuai untuk mengetahui perilaku
belajar, penempatan dan pembelajaran. Rosenberg
(1982) mengemukakan bahwa assesmen merupakan suatu proses pengumpulan
informasi yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berkaitan dengan pembelajaran anak. Sedangkan menurut Robert M Smith (2002)
assesmen adalah suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim
untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan anak, yang mana hasil keputusannya
dapat digunakan untuk menentukan layanan pendidikan yang dibutuhkan anak
sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.
Ahli
pendidikan lainnya McLounghlin & Lewis (1986) mengemuka-kan bahwa Assesmen
adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak yang
berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seorang anak saat
itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya di butuhkan.
Berdasarkan informasi tersebut, guru akan dapat menyusun program pembelajaran
yang bersifat realistis sesuai dengan
kenyataan yang obyektif.
Assesmen yang dilakukan pada anak
Tunarungu bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gangguan atau hamabatan
terutama dalam hal komunikasi (bicara-bahasa) dalam perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lainnya, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk
penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Assesmen
yang dilakukan bagi anak tunarungu terbagi kedalam dua macam yaitu Assesmen
artikulasi dan assesmen optimalisasi pendenagaran.
a.
Assesmen Artikulasi
Asesmen
dalam artikulasi merupakan suatu proses yang memiliki banyak aspek/segi, dan
bukan sekedar mengetes anak dalam salah satu kemampuan bicara tetapi faktor
penyebabnya serta keadaan organ artikulasinya. Asesmen selain berupa test
formal maupun informal juga melalui kegiatan observasi, wawancara dengan orang
tua/guru maupun berupa pengisian kuesioner. Asesmen dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dan ketidakmampuan anak, yang dalam hal ini adalah dalam pengucapan
bunyi-bunyi bahasa. Berdasarkan hasil asesmen tersebut, guru dapat menentukan
kebutuhan anak tersebut serta membuat
program pembelajaran artikulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
secara individual. Dengan demikian
pembelajaran artikulasi dan optimalisasi fungsi pendengaran dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
Prosedur Asesmen
Asesmen dapat dilakukan melalui prosedur
sebagai berikut. Pertama,
mempersiapkan berbagai perangkat yang akan digunakan dalam kegiatan asesmen. Kedua,
menentukan anak yang akan diasesmen,
serta memastikan bahwa kesehatan anak
tersebut dalam kondisi yang baik. Ketiga, melaksanakan asesmen. Asesmen
dapat dilakukan melalui berbagai teknik,
antara lain melalui tes, observasi, wawancara, dan angket. Tes
dan observasi dapat langsung dilakukan pada anak, sedangkan wawancara dan
angket dapat dilakukan pada orang tua. Keempat,
menganalisis hasil asesmen untuk mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan anak. Kelima, menentukan kebutuhan anak dalam
pembelajaran/ pelatihan sebagai dasar untuk pembuatan program
pembelajaran/pelatihan.
Untuk mengadakan asesmen, perlu
mempunyai/memahami sampel wicara anak yang akan dinilai atau dianalisa. Untuk
memperoleh sampel bicara dapat ditempuh prosedur atau cara dengan meminta
anak untuk menirukan ucapan guru
artikulasi. Peniruan ucapan dimulai dari pengucapan vokal, suku kata, kata,
kemudian kalimat, seperti contoh berikut.
a. Ucapan
vokal :
/a/, /i/, /u/, /e/, /o/
b. Suku
kata yang mengandung konsonan yang akan diucapkan sesuai tujuan pengetesan
misalnya : /pa/, /pi/, /pu/, /po/,pe/
/bo/,/bi/,/bu/,/be/,/ba/
c. Kata
dengan berbagai komposisi dan konsonan yang sudah dikenal siswa misalnya : /api/,
/bola/, /buku/, /buka/, /pita/, /paku/ dst.
d. Kalimat
dengan berbagai pola yang sudah dan mengandung konsonan kalimat yang akan dites
tmisalnya : /ibu guru pergi/,
/tonobawatas/, /bapaknaikmobil/,
dst.
b.
Assesmen
optimalisasi Pendengaran
Asesmen dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dan ketidak-mampuan anak, yang dalam hal ini adalah dalam fungsi
pendengarannya. Berdasarkan hasil asesmen tersebut, dapat diketahui kebutuhan
anak tersebut serta membuat program latihan optimalisasi fungsi pendengaran
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak secara individual. Dengan
demikian latihan optimalisasi fungsi pendengaran dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
Asesmen pendengaran yang perlu
dilakukan berkaitan dengan latihan optimalisasi fungsi pendengaran, mencakup asesmen ketajaman pendengaran, Asesmen kemampuan
dengar dengan menggunakan Alat Bantu Mendengar (ABM), dan asesmen keterampilan
mendengarkan/menyimak.
1. Asesmen
Ketajaman pendengaran
Asesmen ketajaman
pendengaran anak dapat dilakukan
melalui observasi dan tes, baik tes sederhana maupun tes dengan
menggunakan media elektronik. Pada kesempatan ini, dijelaskan asesmen fungsi
pendengaran melalui tes, yaitu tes berbisik dan percakapan, serta tes
pendengaran dengan menggunakan media elektronik.
a.
Tes Berbisik dan Percakapan
Tes berbisik
dan percakapan merupakan
tes pendengaran yang sederhana, namun untuk melakukannya harus memperhatikan
beberapa persyaratan sehingga
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Persyaratan tersebut
antara lain :
1.
Tes ini harus dilaksanakan di dalam
suatu ruang tertutup dan sunyi, serta tidak ada gema .
2.
Testee diberitahu bahwa tester akan
mengatakan suatu kata dengan berbisik atau percakapan, dan testee harus
mendengarkan dengan baik serta mengulang kata tersebut dengan suara percakapan
biasa.
3.
Testee tidak boleh melihat gerak
bibir tester untuk menghindari testee
menbaca ujaran tester.
4.
Tester
harus berbicara dengan suara lantang dan semua kata
harus diucapkan sama keras.
5.
Sebelum mengucapkan kata-kata, janganlah
menghirup udara terlalu dalam untuk menghindari suku kata
pertama diucapkan terlalu keras.
6.
Kata-kata yang
sesuai diucapkan untuk tes ini terdiri dari dua suku kata, seperti : bola, meja, buku, dsb.
7.
Telinga harus di tes
satu persatu. Oleh karena itu telinga
yang tidak di tes
harus ditutup. Penutupan telinga dilakukan dengan menekan tragus
kedalam lubang telinga.
Apabila persyaratan
tadi sudah terpenuhi, kita dapat
memperkirakan kekurangan dengar
anak berdasarkan tabel
berikut.
b.Tes
Pendengaran dengan Media Elektronik
Tes pendengaran dengan menggunakan media
elektronik merupakan tes yang lebih akurat
yang hasilnya dapat
dijadikan dasar untuk
menentukan alat bantu dengar yang sesuai. Media elektronik
untuk tes pendengaran yang banyak tersedia adalah audiometer. Media tersebut digunakan pada
anak yang sudah
berusia 3 tahun ke atas karena pada
usia tersebut, anak sudah dapat diberikan pengarahan sehubungan dengan prosedur pengukuran. Pengukuran pendengaran pada anak yang
lebih kecil dan untuk
bayi, sudah tersedia teknologi mutakhir yaitu Auditory Brainstem
Responses (ABR) dan Otoacoustic Emissions (OAE) (Tn,2004 : 2-3 dan Tn, 2002
:IV-2).
Auditory Brainstem Responses ( ABR) merupakan
suatu alat elektronik yang canggih untuk
memeriksa pendengaran melalui
respon atau reaksi
syaraf pendengaran bayi
terhadap bunyi dengan frekuensi
dan kekerasan tertentu. Dalam
penggunaan ABR, bayi yang
dites biasanya dalam keadaan
tidur. Pada kepala
bayi dipasang tiga elektroda, yaitu dua dipasang
pada tulang di
belakang telinga dan satu dipasang pada dahinya, dengan demikian
bunyi langsung disalurkan ke syaraf
pendengaran bayi. Reaksi syaraf pendengaran bayi
terhadap bunyi akan
direkam secara otomatis
oleh alat tersebut
dan pemeriksa tinggal menafsirkan hasilnya.
Otoacoustic Emissions (OAE) merupakan
alat yang lebih canggih untuk mengidentifikasi
dini gangguan pendengaran. Prinsip kerja
alat ini sama
dengan ABR, hanya bentuknya
lebih kecil dan cara
penggunaannya lebih praktis karena cukup
ditempelkan pada telinga bayi
saja.
Audiometer merupakan media elektronik
untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang.
Audiometer banyak jenisnya,
di antaranya ada audiometer
untuk tes pendengaran melalui nada murni
(pure tone audiometry) dan audiometer
untuk tes pendengaran melalui percakapan ( speech
audiometry).
Audiometer nada
murni merupakan media
elektronik yang menghasilkan
nada-nada murni dengan berbagai
frekuensi yang intensitasnya
dapat diatur oleh
operator. Media ini dilengkapi dengan earphones dan vibrator. Earphones (dipasang pada telinga
testee) untuk menghantarkan
nada-nada murni melalui telinga luar (metode
hantaran / konduksi udara).
Sedangkan vibrator (dipasang
pada tulang mastoid yang ada
dibelakang telinga) untuk
menghantarkan getaran suara, langsung
ke telinga dalam (metode hantaran
tulang). Kedua metode
audiometri tersebut harus
dilakukan untuk mengetahui apakah
telinga yang bersangkutan mengalami
gangguan pendengaran
konduktif, sensorineural, atau
campuran.
Pengetesan harus dilakukan
dalam ruang kedap
suara yang terpisah dari ruangan tester. Pengetesan dilakukan
pada satu telinga terlebih dahulu dengan
metode hantaran udara dilanjutkan
dengan metode hantaran tulang. Setelah
itu baru dilakukan
pengetesan untuk telinga yang lainnya dengan cara yang sama. Apabila
klien tidak mengetahui telinga mana yang lebih baik pendengarannya, pengetesan dilakukan
pada telinga sebelah
kanan terlebih dahulu.
Pada audiometri dengan metode
hantaran tulang, penentuan
kondisi telinga yang
lebih baik dapat
dilakukan melalui tes weber
yaitu dengan memberikan getaran
suara pada frekuensi 500Hz dengan volume suara
yang paling nyaman
untuk didengarkan melalui vibrator yang
ditempelkan pada bagian
tengah dahi testee.
Selanjutnya ditanyakan
pada testee pada telinga sebelah
mana dia dapat mendengar nada. Ada
tiga kemungkinan jawaban,
yaitu pada telinga kiri,
telinga kanan, atau tidak kedua-duanya. Apabila jawaban
testee adalah pada salah
satu telinga, maka
pengetesan dilakukan pada
telinga yang dapat
mendengar nada terlebih
dahulu.
Pada
audiometri nada murni,
pengetesan dilakukan untuk
mencari ambang pendengaran baik melalui metode hantaran udara maupun hantaran
tulang. Ambang pendengaran adalah
tingkat tekanan suara yang terendah yang
masih dapat didengar
oleh telinga yang
bersangkutan. Ambang pendengaran
pada setiap frekuensi untuk
setiap telinga direkam
dalam bentuk grafik dengan
tanda-tanda khusus yang
disebut audiogram.
Audiometer percakapan (speech audiometry). merupakan
alat elektronik untuk
perngetesan pendengaran melalui percakapan. Pada dasarnya speech audiometry terdiri dari
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
pertama, mengucapkan serangkaian kata-kata untuk didengar
testee; kedua, menyuruh testee
mengulangi kata-kata
tersebut; dan ketiga,
mencatat jumlah kata yang
diulang dengan tepat. Rangkaian kata
tersebut dapat diucapkan
secara langsung atau melalui
rekaman. Dalam pengucapan langsung, tester sebagai
operator mengucapkan kata-kata
melalui mikrofon dan
memonitor suara tester
dengan menggunakan VU meter.
Suara dikirim ke
telinga testee melalui
earphone atau loudspeaker.
Sedangkan melalui metode rekaman, rangkaian kata-kata
disajikan melalui rekaman tape-recorder atau alat
perekam lainnya. Pengetesan
dilakukan dalam ruang
kedap suara yang terpisah
dari ruangan tester.
Speech audiometry dapat menyediakan 5 (lima) tipe informasi, yaitu : 1) ambang pemahaman
bicara; 2) tingkat suara yang
paling nyaman untuk didengarkan; 3) tingkat suara
yang tidak nyaman
untuk didengarkan; 4)
rentang kekerasan suara
yang nyaman untuk
didengarakan; dan 5) Skor
kemampuan membedakan ucapan.
2. Asesmen Kemampuan Mendengar dengan
Menggunakan Alat Bantu Mendengar (ABM)
Hyde
(Sadjaah E. & Sukarja, 1996) mengemukakan bahwa setiap ABM memiliki
spesifikasi data mengenai :
penguatan (gain), keluaran
kekuatan/kekerasan yang maksimal (maximum power output), serta rentangan frekuensi yang dimiliki. Namun masih perlu dinilai bagaimana alat tersebut berfungsibila dipakai anak tunarungu.
Spesifikasi alat diperoleh secara artifisial dipabrik dengan peralatan yang sempurna, sedangkan fungsinya bisa
dipengaruhi sifat, bentuk dan ukuran
telinga serta sifat kerusakan fungsi
pendengaran masing-masing orang.
Tes kemampuan mendengar dengan ABM dilakukan dengan materi yang dinamakan warble sound
yaitu berupa bunyi senandung /
siulan yang dikeluakan lewat kotak pengeras suara dengan intensitas dan
frekuensi tertentu. Anak yang
diasesmen duduk pada jarak satu meter dari kotak suara.
- Asesmen Keterampilan Mendengarkan/ menyimak
Ada beberapa tes keterampilan menyimak,
antara lain : tes keterampilan menyimak angka atau tes semut ( ANT test) dari Norman Erber dan Tes Lima Bunyi Bahasa yang
diadaptasi dari Five Sound Test
yang diciptakan Daniel Ling.
ANT Test merupakan suatu tes dengan prosedur
yang singkat dan tak memerlukan
peralatan, kecuali lima kartu gambar semut dengan jumlah tertentu ( satu sampai lima). Tes ini bertujuan
untuk memperoleh informasi
tentang keterampilan menyimak
siswa tunarungu yang masih kecil. Dari hasil tes akan diketahui apakan anak
mampu menangkap kualitas
frekuensi suatu ungkapan lisan atau
hanya memperoleh informasi yang kasar tebtabg intensitas/ tekanannyam
melalui sisa pendengarannya. Hasil
tes dapat digunakan sebagai acuan untuk
menyususn program latihan artikulasi dan menyimak selanjutnya.
Prosedur
Pelaksanaan Tes
1. Tes
Kartu Gambar
Tes
menggunakan kartu bergambar
semut, Anak yang di tes menggunakan ABM
( yang berfungsi secara baik ) atau
dengan memakai speeh master (dipasang 20
dB di atas ambang pendengaran anak). Pengetesan dilakukan secara bergantian
pada telinga kanan dan kiri. Usahakan pengetesan diakukan di ruangan yang
terganggu bunyi latar belakang. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Perkenalkan anak pada kartu-kartu tes,
perlihatkan satu
per satu sambil membilang jumlah ”semut” pada setiap kartu
: satu, satu – dua, satu – dua – tiga dan seterusnya.
b. Latihlah siswa dengan menyebut kartu-kartu tersebut secara acak dan permintaan untuk menunjukan kartu mana yang diucapkan guru (sambil menatap dan mendengar).
c. Ulangi langkah ke
2 namun sekarang guru menutup mulut, agar anak tak membaca ujaran.
Perhatikan agar guru tiap kali selalu tetap membilang sampai
5 namun yang disuarakan hanya angka yang dites. Misalnya mau mentes kartu satu
– dua maka satu
– dua (disuarakan) – tiga – empat – lima (tanpa suara)
d. Langkah-langkah sebelumnya ini hanya merupakan tahap awal untuk mentes lebih lanjut.
Tes yang sesungguhnya baru mulai bila
guru/pemeriksa menyajikan satu angka
(misalnya 5) dengan mulut
yang ditutup. Siswa yang mampu mendengar kualitas spektral
(frekuensi) ucapan ”lima” akan menunjukan pada kartu dengan 5 semut. Ada siswa yang mungkin mempersepsi angka lain namun siswa yang hanya mampu menangkap pola tekanan/tempo
dari ucapan tadi jadi 2 tekanan : li-ma (/-/) akan menunjukan pada kartu 1 (sa-tu). 113
e. Catat respon siswa.
Siswa yang berhasil merespon dengan penyajian cara kedua berarti sungguh mampu menyimak dan dapat dikatakan sebagai kelompok yang dengar (hearers).
Sedangkan siswa yang hanya berhasil merespon dengan penyajian pertama disebut kelompok yang merasa (feerels). Hasil ini akan berakibat pada penyusunan progam
BPBI bagi siswa
2. Tes
Lima Bunyi Bahasa
Tes lima bunyi bahasa diadaptasi dari Five Sound
Test yang diciptakan Daniel Ling
guna mengasesmen keterampilan
menyimak bunyi bahasa dengan atau
tanpa menggunakan ABM. Pada jarak yang
berbeda-beda. Materi asli tes ini untuk
bahasa Inggris adalah: /a/, /i/, /u/, /sh/, /s/, mewakili bunyi yang paling
keras sampai lembut. Dalam penataran-
okakarya yang diselenggarakan
Federasi Nasional untuk Kesejahteraan
Tunarungu Indonesia (FNKTRI) tahun 1993 dengan penatar M. Hyde, materi tes
diadaptasi untuk bahasa Indonesia
menjadi /a/, /u/, /i/, /m/, /s/.
Pemikiran yang mendasari penyususunan tes atau pemilihan bunyi tersebut, adalah bahwa respon terhadap
setiap bunyi menandakan bahwa bunyi
bahasa tersebut dan bunyi lainnya dalam
gelombang oktaf yang sama juga akan
terditeksi. Misalnya bila anak tak dapat
menditeksi/ menyimak /s/, maka /f/ pun
tak akan tertangkap. Bila /a/ atau /i/
tak terdengar atau terditeksi,
maka dapat diperkirakan bahwa suara sengau yang terjadi sekitar 300 Hz juga tak akan terdengar. (
Daniel Ling, 1988:72).
Materi tes ini disajikan dalam
bentuk kata yang diucapkan, yang
mengandung masing-masing huruf di atas, seperti
kata : apa, baru, ibu, lima, dan
satu. Sedabgkan prosedur pelaksanaan tes adalah sebagai berikut.
a. Siapkan lembar penilaian dan beritanda
di lantai pada jarak
1,2,3,4,sampai 5 meter.
b. Anak diminta duduk
di kursi yang telah disediakan kemudian cek ABMnya.
c. Jelaskan maksud tes pada anak,
sesuai usia dan taraf penguasaan bahasanya. Anak diminta memberi reaksi
(misalnya dengan tepuk tangan atau angkat tangan, dsb.) bila mendeteksi /mendengar bunyi.
d. Setelah
di tes pada jarak
1 meter, anak dites pada jarak
yang lebih jauh.
e. Catat reaksi anak untuk setiap jarak.
B.
Contoh Assesmen Artikulasi Dan
Optimalisasi Fungsi Pendengaran
NamaAnak : …………………
JenisKelamin : …………………
TanggalLahir : …………………
Nama Orang Tua : …………………
Alamat
: …………………
TanggalAsesmen : …………………
1.
LatihanArtikulasi
No
|
Organ Artikulasi
|
Tes
|
Hasil
|
||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
|||
1.
|
Bibir
|
Memonyongkan kedua bibir
|
|||
Menarik bibir ke belakang
|
|||||
Menggetarkan bibir
|
|||||
2.
|
Lidah
|
Menjulurkanlidahkedepan
|
|||
Menjulurkanlidahkekiri
|
|||||
Menjulurkanlidahkekanan
|
|||||
Menyentuhlengkung kaki gigiatas
|
|||||
Mendorongpipikiri
|
|||||
Mendorongpipikanan
|
|||||
Menyapubibiratas
|
|||||
Menyapubibirbawah
|
|||||
3.
|
Rahang
|
Membuka mulut lebar-lebar
|
|||
Menutup mulut rapat-rapat
|
|||||
Mengunyah permen karet
|
|||||
4.
|
Velum
|
Meniup udara keluar melalui
mulut
|
|||
Meniup balon
|
|||||
Meniup peluit
|
|||||
Menahanudara di
mulutsampaihitungan 5 s/d 10
|
|||||
6.
|
Nafas
|
Ambil nafas, tahan sampai
hitungan 10
|
2.
Tes Membedakan Bunyi
a. Panjang/Pendek
No.
|
Kata
|
Dapat
|
TidakDapat
|
DeskripsiKesalahan
|
1.
|
Pa
Paaaa
|
|||
2.
|
Ma
Maaaa
|
|||
3.
|
La
Laaaa
|
|||
4.
|
Sa
Saaaa
|
|||
5.
|
Da
Daaaa
|
b. Tinggi/Rendah
No.
|
Kata
|
Tinggi
|
Rendah
|
DeskripsiKesalahan
|
1.
|
Papa
Pipi
|
|||
2.
|
Moto
Mutu
|
|||
3.
|
Didi
Dede
|
|||
4.
|
Babak
Bebek
|
|||
5.
|
Lala
Lele
|
c. Keras/Lemah
No.
|
Kata
|
Keras
|
Lemah
|
DeskripsiKesalahan
|
1.
|
Salam
Salam
|
|||
2.
|
Bakar
Bakar
|
|||
3.
|
Lima
Lima
|
|||
4.
|
Malam
Malam
|
|||
5.
|
Dekat
Dekat
|
d.Asesmen
lanjutan (Akademik)
Aspek
|
Ya
|
tidak
|
Keterangan
|
1.
Anak
menyebutkan semua huruf alfabet di bawah ini!
A-B-C-D-E-F-G-H-I-J-K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-U-V-W-X-Y-Z
|
|||
2.
Anak
menyebutkan semua huruf yang mirip di bawah ini!
b-d
p-q u-n
m-w z-s
|
|||
3.
Anak
menyebutkan semua huruf konsonan di bawah ini!
B-C-D-F-G-H-J-K-L-M-N-P-Q-R-S-T-V-W-X-Y-Z
b-c-d-f-g-h-j-k-l-m-n-p-q-r-s-t-v-w-x-y-z
|
|||
4.
Sebutkan
huruf-huruf vokal dibawah ini! (vokal besar)
A-I-U-E-O
u-o-e-a-i
|